FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
BUNG KARNO
JAKARTA
2013
TUGAS
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:
Agama Islam
Dosen : Dra. Istiqomah., M.Si.
Disusun Oleh:
Aning Ngloro
Atik (3201120326)
Kata
Pengantar
Segala
puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat
limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam
kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui
berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama
yang telah berkembang selama empat belas
abad lebih menyimpan banyak masalah yang
perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran
dan pemikiran keagamaan maupun realitas
sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Meraih
Kebahagiaan Hakiki, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Bung
Karno. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya
meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah saya di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Terima
Kasih.
Daftar Isi :
Kata Pengantar………………………………………………………………………………...1
Daftar Isi………………………………………………………………………………………...2
Pendahuluan…………………………………………………………………………………....3
Hakikat Hidup Bahagia…………………………………………………………………..4
- 5
Kebahagiaan
yang Hakiki dengan Aqidah…………………………………………….6 - 8
Kiat
Hidup Bahagia, Hati Lapang Dan
Bersinar
Menurut Al Qur’an dan As Sunnah………………………………………..9 - 17
Penutup………………………………………………………………………………………...21
Daftar
Pustaka………………………………………………………………………………..22
Pendahuluan
Tak ada orang
yang ingin hidupnya tidak bahagia. Semua orang ingin bahagia. Namun hanya
sedikit orang yang mengerti arti kebahagiaan yang sesungguhnya.
Hidup bahagia merupakan idaman setiap
orang, bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah kehidupan. Tidak sedikit
manusia yang mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya. Menggantungkan
cita-cita menjulang setinggi langit dengan puncak tujuan tersebut, yaitu
bagaimana meraih kebahagiaan hidup. Dan ini menjadi cita-cita tertinggi setiap
orang baik yang mukmin atau yang kafir kepada Allah.
Apabila kebahagiaan itu terletak pada
harta benda yang bertumpuk-tumpuk, mereka telah mengorbankan segala-galanya
untuk meraihnya. Nyatanya, itu tak pernah diraih dan membuat
pengorbanannya sia-sia. Apabila kebahagiaan itu terletak pada ketinggian
pangkat dan jabatan, mereka juga telah siap mengorbankan apa saja demi
memperoleh apa yang diinginkannya. Tapi tetap saja kebahagiaan itu tidak pernah
didapatkannya. Apabila kebahagiaan itu terletak pada ketenaran nama, mereka
telah berusaha untuk meraihnya dengan apapun juga dan mereka tidak mendapati
apa yang disebut kebahagiaan.
Apakah tercela orang-orang yang menginginkan
kebahagiaan? Apakah salah bila seseorang bercita-cita untuk bahagia dalam
hidup? Lalu apakah hakikat hidup bahagia itu?
1. Hakikat Hidup Bahagia
Mendefinisikan
hidup bahagia sangatlah mudah untuk diungkapkan dengan kata-kata dan sangat
mudah untuk disusun dalam bentuk kalimat. Prakteknya, telah banyak orang yang
tampil untuk mendefinisikannya sesuai dengan sisi pandang masing-masing. Ahli
ekonomi mendefinisikannya sesuai dengan bidang dan tujuan ilmu perekonomian.
Ahli kesenian mendefinisikannya sesuai dengan ilmu kesenian. Ahli jiwa akan
mendefinisikannya sesuai dengan ilmu jiwanya. Demikian seterusnya, tak pernah
ada titik terang. Mari kita melihat bimbingan Allah dan Rasul-Nya Muhammad
tentang hidup bahagia.
Allah
berfirman:
“Kamu
tidak akan menemukan satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling
cinta kepada orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka adalah bapak-bapak
mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka dan keluarga-keluarga mereka.
Merekalah orang-orang yang telah Allah catat dalam hati-hati mereka keimanan
dan diberikan pertolongan, dan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir
dari bawahnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka
dan mereka ridha kepada Allah. Ketahuilah mereka adalah hizb (pasukan) Allah
dan ketahuilah bahwa pasukan Allah itu pasti menang.” (Al-Mujadilah: 22)
Dari ayat ini, Allah dengan jelas menyebut orang-orang yang bahagia dan
mendapatkan kemenangan di dunia dan di akhirat. Mereka adalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, dan orang-orang yang bisa menempatkan
al-wala’ (berloyalitas) dan al-bara’ (kebencian) sesuai dengan apa yang dimaukan
Allah dan Rasulullah.
As-Sa’di
dalam tafsirnya mengatakan: “Orang-orang yang memiliki sifat ini adalah
orang-orang yang keimanan telah dicatat di dalam hati-hati mereka . Artinya
Allah mengokohkan dalam dirinya keimanan dan mencegah agar tidak goncang dan
terpengaruh sedikitpun dengan syubhat dan keraguan. Dialah yang telah
Allah kuatkan dengan pertolongan-Nya
yaitu menguatkannya dengan wahyu-Nya, ilmu dari-Nya, pertolongan, dan dengan
segala kebaikan. Merekalah orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan dalam hidup
di dunia dan akan mendapatkan segala macam kenikmatan surga yang di dalamnya
terdapat segala apa yang diinginkan setiap jiwa yang menyejukkan hatinya, dan
segala apa yang diinginkan. Mereka juga akan mendapatkan nikmat paling utama
dan besar yaitu mendapatkan keridhaan Allah I dan tidak akan mendapatkan
kemurkaan selama–lamanya. Mereka ridha dengan apa yang diberikan Rabb mereka
dari segala macam kemuliaan, pahala yang banyak, kewibawaan, dan derajat yang
tinggi. Hal ini karena mereka tidak melihat sesuatu yang lebih dari yang
diberikan Allah.”
Abdurrahman
As-Sa’di dalam mukadimah risalah Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah
hal. 5 mengatakan: “Sesungguhnya ketenangan dan ketenteraman hati serta
hilangnya kegundahgulanaan darinya, itulah yang dicari oleh setiap orang.
Karena dengan dasar itulah akan didapati kehidupan yang baik dan kebahagiaan
yang hakiki.”
Allah berfirman:
“Barangsiapa
yang melakukan amal shalih dari kalangan laki-laki dan perempuan dan dia dalam keadaan
beriman, maka Kami akan memberikan kehidupan yang baik dan membalas mereka
dengan ganjaran pahala yang lebih baik dikarenakan apa yang telah
dilakukannya.” (An-Nahl: 97)
As-Sa’di
dalam Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As Sa’idah hal. 9 mengatakan: “Allah
memberitahukan dan menjanjikan kepada siapa saja yang menghimpun iman dan amal
shalih dengan kehidupan yang bahagia di dunia ini dan membalasnya dengan pahala
di dunia dan akhirat.”
Dari
kedua dalil ini, kita bisa menyimpulkan bahwa kebahagiaan hidup terletak pada
dua hal yang sangat mendasar: Baiknya jiwa yang dilandasi iman yang benar dan
baiknya amal seseorang yang dilandasi keikhlasan dan kesesuaian dengan Sunnah
Rasulullah.
2. Kebahagiaan yang Hakiki dengan Aqidah
Orang
yang beriman kepada Allah I dan mewujudkan keimanannya tersebut dalam amal
mereka adalah orang yang bahagia di dalam hidup. Merekalah yang apabila
mendapatkan ujian hidup merasa bahagia dengannya karena mengetahui bahwa
semuanya berasal dari Allah I. Dan di balik kejadian ini ada hikmah-hikmah yang
belum terbetik pada dirinya yang dirahasiakan Allah I sehingga menjadikan dia
bersabar menerimanya. Dan jika mereka mendapatkan kesenangan, mereka bahagia
dengannya karena mereka mengetahui bahwa semuanya itu datang dari Allah I yang
mengharuskan dia bersyukur kepada-Nya.
Alangkah bahagianya hidup kalau setiap waktunya selalu dalam kebaikan. Bukankah
sabar itu merupakan kebaikan? Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebaikan? Di
antara sabar dan syukur ini orang-orang yang beriman berlabuh dengan bahtera
imannya dalam mengarungi lautan hidup.
Allah
berfirman:
“Jika kalian bersyukur (atas nikmat-nikmat-Ku), niscaya Aku akan benar-benar
menambahnya kepada kalian. Dan jika kalian mengkufurinya maka sesungguhnya
adzab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Rasulullah bersabda:
“Dan tidaklah seseorang diberikan satu pemberian yang lebih baik dan lebih luas
dari pada kesabaran.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
“Kesabaran
itu adalah cahaya.” (Shahih, HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan Muslim)
‘Umar bin Al-Khaththab z berkata: “Kami menemukan kebahagiaan hidup bersama
kesabaran.” (HR. Al-Bukhari)
Mari
kita mendengar bagaimana keheranan Rasululah atas kehidupan orang-orang yang
beriman di mana mereka selalu dalam kebaikan siang dan malam: “Sungguh sangat
mengherankan urusannya orang yang beriman, di mana semua urusannya adalah baik
dan yang demikian itu tidak didapati kecuali oleh orang yang beriman. Kalau dia
mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan
baginya. Dan kalau dia ditimpa mudharat dia bersabar, maka itu merupakan satu
kebaikan baginya.” (Shahih, HR. Muslim)
As-Sa’di
t mengatakan: “Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang beriman kepada Allah
I berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buahnya yang diperoleh dalam setiap
keadaan yang dilaluinya baik senang atau duka. Dari sini, bila dua orang
ditimpa dua hal tersebut kamu akan mendapati perbedaan yang jauh pada dua orang
tersebut. Yang demikian itu disebabkan karena perbedaan tingkat keimanan yang
ada pada mereka berdua.” (Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil hayati
As-Sa’idah hal. 12)
Dalam meraih kebahagiaan hidup, manusia
terbagi menjadi tiga golongan yaitu :
Ø Pertama, orang yang
mengetahui jalan tersebut dan berusaha untuk menempuhnya walaupun harus menghadapi
resiko yang sangat dahsyat. Dia mengorbankan segala apa yang disyaratkan
perjuangan itu meski harus mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dari
amukan badai kehidupan dan berusaha menggandeng tangan keluarganya untuk
bersama-sama menyelamatkan diri. Yang menjadi syi’arnya adalah
firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari
api neraka.”
Karena perjuangan yang gigih tersebut, Allah mencatatnya termasuk ke dalam
barisan orang-orang yang tidak merugi dalam hidup dan selalu mendapat
kemenangan di dunia dan di akhirat sebagaimana telah disebutkan dalam surat
Al-‘Ashr ayat 1-3
Artinya:
1. demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.
dan surat Al-Mujadalah ayat 22
"Kamu
tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan
Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung."
Mereka itulah orang-orang yang beriman
dan beramal shalih. Dan merekalah pemilik kehidupan yang hakiki.
Ø Kedua, orang yang
mengetahui jalan kebahagiaan yang hakiki namun dikarenakan kelemahan iman yang
ada pada dirinya menyebabkan dia menempuh jalan lain dengan cara menghinakan
dirinya di hadapan hawa nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan ketika
bertarung melawannya. Mereka adalah orang-orang yang lebih memilih kebahagiaan
yang semu daripada harus meraih kebahagiaan yang hakiki di dunia dan di akhirat
kelak. Menanggalkan baju ketakwaannya, mahkota keyakinannya, dan menggugurkan
ilmu yang ada pada dirinya. Mereka adalah barisan orang-orang yang lemah
imannya.
Ø Ketiga, orang yang
sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut sehingga harus berjalan
di atas duri-duri yang tajam dan menyangka kalau yang demikian itu merupakan
kebahagiaan yang hakiki. Mereka siap melelang agamanya dengan kehidupan dunia
yang fana dan siap terjun ke dalam kubangan api yang sangat dahsyat. Orang seperti
inilah yang dimaksud Allah dalam surat Al-‘Ashr ayat 2 yaitu :
“Orang-orang yang pasti merugi” dan
yang disebutkan Allah dalam
surat Al-Mujadalah ayat 19 yaitu :
“Partai syaitan yang pasti akan merugi
dan gagal.”
Dan mereka itulah
yang dimaksud Rasulullah dalam sabda beliau:
“Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore harinya menjadi kafir dan di
sore harinya mukmin maka di pagi harinya dia kafir. Dan dia melelang agamanya
dengan harga dunia.” (Shahih, HR. Muslim)
Banyak
pelajaran yang bisa kita ambil dari hadits Rasulullah yaitu :
1.
Bahwa
kebahagiaan hidup dan kemuliaan ada bersama keteguhan dalam berpegang dengan
agama dan bersegera mewujudkannya dalam bentuk amal shalih.
2.
Selain
itu juga larangan menunda amal yang pada akhirnya seseorang terjatuh ke dalam
perangkap syaitan yaitu merasa aman dari balasan tipu daya Allah. Hidup harus
bertarung dengan fitnah. Maka, jangan sampai kita menemukan kegagalan dan
terjatuh pada kehinaan di hadapan Allah dan di mata makhluk-Nya.
Wallahu
A’lam.
3. Kiat Hidup Bahagia, Hati Lapang
Dan Bersinar Menurut Al Qur’an dan As Sunnah
Hiruk pikuk kehidupan dengan
berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir tanpa henti sering melahirkan
halangan dan tantangan yang mengantar seorang hamba kepada gundah gulana dan
ketidaktenangan hati. Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah
Rasulullah (shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam) adalah penerang jalan
menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan
bercahaya.
Hidup dengan dada yang lapang
adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah
‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam
firman-Nya,
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)
Dan
Nabi Musa ‘alaissalâm setelah beliau dimuliakan menjadi seorang rasul, maka
awal doa beliau kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,
“Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku
dadaku,”…”
(QS. Thohâ :25)
Banyak hal dalam tuntunan
syari’at kita yang diterangkan sebagai tumpuan-tumpuan berpijak bagi seorang
hamba agar senantiasa berhati lapang dan bercahaya. Berikut ini, beberapa pilar
pelapang dada seorang hamba, kami simpulkan dari keterangan Ibnul Qayyim[1] dan
selainnya :
1. Memurnikan Tauhid.
Memurnikan peribadatan kepada
Allah Taqaddasa Dzikruhu adalah tonggak keselamatan, tujuan dari penciptaan
manusia, misi dakwah setiap nabi yang diutus kepada makhluk dan itulah adalah
hakikat dari Islam yang bermakna berserah diri, ikhlash dan tunduk kepada-Nya.
Maka sangat wajar bila memurnikan tauhid adalah hal yang sangat melapangkan
dada dan meneranginya.
Sebagaimana
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,
“Maka
apakah orang-orang
yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat
cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu
hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya
untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. ” (QS. Az-Zumar
:22)
“Barangsiapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dadanya
untuk (memeluk
agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang
mengambil pelajaran. ” (QS. Al-An’âm :125-126)
Dan dengan memurnikan ibadah
kepada Allah ‘Azza wa Jalla (tidak mencampuradukkan keimanan dengan kesyirikan,
red) manusia akan hidup di bawah teduhan keamanan dan kesejahteraan.
Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang
yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk. ”
(QS. Al-An’âm :82)
Dan
dalam Tanzil-Nya,
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku
dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik. ” (QS. An-Nûr : 55)
2. Berpegang teguh terhadap Al-Qur’ân dan
As-Sunnah.
Allah Jalla wa ‘Alâ menurunkan
Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang yang beriman,
sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri. ” (QS. An-Nahl : 89)
Dan
Allah Ta’âlâ berfirman,
“Dan
Kami turunkan dari Al-Qur`ân
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain
kerugian. ” (QS. Al-Isrô` : 82)
Dan
Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,
“Sungguh aku
telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih, malamnya sama dengan
siangnya,
tidaklah seorangpun menyimpang darinya (sunnah Nabi, red) setelahku
kecuali akan binasa. ” [2]
Maka sangatlah lumrah bagi
siapa yang berpegang teguh terhadap tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan
senantiasa membuat dadanya lapang dan bersinar penuh petunjuk dan kebahagian
tanpa ada kesengsaraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka. Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta. ” (QS. Thôhâ : 123-124)
“Thaahaa.
Kami tidak
menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah). ” (QS. Thôhâ :
1-3)
3. Berbekal Ilmu Syari’at.
Tatkala seluruh kebaikan bagi
manusia tercakup dalam ilmu syari’at maka segala kebahagiaan dan ketenangan,
keberhasilan dan kebahagian manusia sangat bertumpu pada ilmu syari’at. Karena
itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta tambahan nikmat apapun
selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,
“Dan
katakanlah, “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. ”. ” (QS. Thôhâ
: 114)
Dan dengan ilmu syari’at
itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana
dalam firman-Nya,
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. ” (QS.
Al-Mujâdilah :11)
Berkata Ibnul Qayyim
rahimahullâh, “Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga
ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan,
keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka
dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap
ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi
wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) yang
paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling
baik kehidupannya. ” [3]
4. Kecintaan Kepada Allah.
Salah satu sifat yang wajib
dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa kecintaannya kepada Allah adalah yang
terbesar dan melebihi kecintaannya kepada seluruh makhluk. Allah berfirman,
“Dan
di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah. ” (QS. Al-Baqarah :165)
Kecintaannya kepada Allah
tersebut akan mengantar seorang hamba menuju kehidupan yang sangat indah,
kelapangan hati dan ketenangan jiwa karena rongga hatinya hanya terpenuhi oleh
kecintaan kepada Allah dan ketergantungan kepada-Nya.
Wajarlah bila Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
“Tiga
(sifat) yang tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan mendapatkan kelezatan iman;
hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai melebihi selain keduanya,
dan ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan hanya karena
Allah, serta ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk
dilemparkan ke dalam api neraka. ” [4]
5. Senantiasa bertaubat.
Menyadari kekurangan,
menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara
sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba
dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap
senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang
mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,
“Dan
bertaubatlah
kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya
kalian beruntung. ” (Q. S. An-Nûr :31)
Dari
doa Nabi Ibrahim ‘alaissalâm untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan pada
negeri Mekkah yang dirintisnya,
“Ya
Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan
berilah taubat untuk kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. ” (Q.
S. Al-Baqarah :128)
Dan sangatlah indah kehidupan
orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan memberikan
berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah.
Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. ” (Q. S. Al-Baqarah :222)
6. Dzikir.
Dzikir adalah penyejuk hati
dan penenang jiwa. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman,
“Orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir
kepada Allah-lah hati menjadi tenteram. ” (Q. S.
Ar-Ra’d :28)
Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan
pengampunan dan pahala yang sangat besar,
“…dan
laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang
besar. ” (Q. S. Al-Ahzâb :35)
Dan
keberuntungan bagi orang-orang yang banyak berdzikir,
“Dan
dzikirlah
kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung. ”
(Q. S. Al-Jumu’ah :10)
Dan
sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan bersinar tanpa ada
kerugian seperti yang terjadi pada orang-orang lalai,
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan
kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka
itulah orang-orang
yang merugi. ” (Q. S. Al-Munâfiqûn :9)
7. Berbuat baik kepada Makhluk.
Memberi manfaat kepada makhluk
dengan harta, badan, kedudukan dan selainnya dari berbagai bentuk perbuatan
baik adalah hal yang sangat melapangkan dada seorang hamba dan meneranginya.
Karena itu Allah ‘Azza wa Jalla memerintah dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya
Allah menyuruh
untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran. ” (Q.
S. An-Nahl :90)
Dan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya
Allah telah menetapkan untuk berbuat kebajikan terhadap segala sesuatu. Maka
apabila kalian membunuh perbaiklah cara membunuhnya, apabila kalian menyembelih
perbaiklah cara menyembelihnya dan hendaknya salah seorang dari kalian
mempertajam pisaunya dan membuat tenang sembelihannya. ” [5]
Dan
di akhirat kelak Allah menjanjikan,
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata
air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb
mereka. Sesungguhnya mereka
sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. ”
(Q. S. Adz-Dzâriyât :15-16)
Demikian beberapa
pilar pelapang dada seorang mukmin. Dan perlu diketahui bahwa segala perkara
yang bertentangan dengan apa yang disebutkan di atas pasti akan memberikan
kesempitan, kesesakan dan gundah gulana. Karena itu, tidak seorang pun yang
lebih sempit hatinya dari pelaku kesyirikan.
Dan siapa yang
berpaling dari Al-Qur`ân dan As-Sunnah maka ia akan senantiasa berada dalam
berbagai kesengsaraan. Orang yang tidak memiliki ilmu syar’iy akan jauh dari
makna ketenangan. Hati yang tergantung kepada selain Allah akan merasakan
berbagai kepedihan dan kepahitan. Dan hati yang lalai dari dzikir kepada Allah
bagaikan ikan yang dipisahkan dari air. Dan jeleknya hubungan dengan makhluk
lain akan melahirkan berbagai problem dalam kehidupan. Dan demikianlah
seterusnya.
Tentunya banyak tuntunan pelapang dada yang belum bisa diuraikan
disini. Namun kami berharap keterangan-keterangan di atas bisa menjadi
pencerahan dan penyenjuk bagi setiap muslim dan muslim dalam mempersiapkan
bekal untuk menyonsong kehidupan kekal abadi di akhirat kelak. Waffaqallâhu
Al-Jamî’ li mâ yuhibbihu wa yardhâhu.
Kondisi senantiasa bahagia
dalam situasi apa pun, inilah. yang senantiasa dikejar oleh manusia.
Manusia ingin hidup bahagia. Hidup tenang, tenteram, damai, dan sejahtera.
Sebagian orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun
harta. Dia menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat
kebahagaiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan.
Beragam cara dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sehab menurtnya kekuasaan
identik dengan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan
sesrorang dapat berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak
pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta
kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan. Dan
sangkaan-sangkaan lain.
Lantas
apakah yang disebut"bahagia' (sa'adah/happiness)?
Selama ribuan tahun, para
pemikir telah sibuk membincangkan tentang kebahagiaan. Kebahagiaan adalah
sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersitat kondisional. Kebahagiaan
bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada
kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut
pandangan ini tidak ada kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia.
Kebahagiaan itu sifatnya sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia.
Inilah gambaran kondisi kejiwaan masyarakat Barat sebagai: "Mereka
senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa
puas dan menetap dalam suatu keadaan.
Islam menyatakan bahwa
"Kesejahteraan' dan "kebahagiaan" itu bukan merujuk kepada
sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari;
dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang hanva dapat dinikmati
dalam alam fikiran belaka.
Keselahteraan dan kebahagiaan itu
merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang mutlak yang
dicari-cari itu — yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala — dan penuaian amalan
yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah
batinnya.
Jadi, kebahagiaan adalah
kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai
dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat
mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah
merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap
hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela
meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia.
Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.
Dan apa saja yang diberikan
kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannva.
Sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Apakah
kamu tidak memahaminya?
Menurut
al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil
mencapai ma'rifatullah", telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya,
al-Ghazali menyatakan:
"Ketahuilah
bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan
kelezatannya mara rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing. Maka
kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga
mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan
tubuh manusia.
Ada pun kelezatan hati ialah
ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat
Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat herkenalan
dengan seorang pajabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu naik
berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya
raja atau presiden.
Maka
tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam
kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia,
sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu
tidak ada ma'rifat yang lebih lezat daripada ma'rifatullah.
Ma'rifalullah adalah buah dari
ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan. bahwa tiada
Tuhan selain Allah" (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk dapat
meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya,
dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah.
Banyak sekali ayat-ayat
al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang
fenomana alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri.
Disamping
ayat-ayat kauniyah. Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa
wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw.
Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan,
bahwa
orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa "Tiada
tuhan selain Allah", dan bersakssi bahwa "Sesungguhnya ad-Din
dalam pandangan Allah SWT adalah Islam."
Inilah yang disebut ilmu yang
mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap lembaga pendidikan.
khususnya lembaga pendidikan Islam. harus mampu mengantarkan sivitas
akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi.
Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait antara dunia dan akhirat.
Kriteria
inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program
pendidikan (ta'dib) berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam
Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang hayaran sekolah; berapa banyak
yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dan sebagainya. Tetapi apakah
pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab yang mengenal
Tuhannya dan beribadah kepada Penciptanya.
Manusia-manusia yang berilmu
seperti inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan keyakinan: yang
hidupnya tidak terombang-ambing oleh keadaan. Dalam kondisi apa pun
hidupnya bahagia, karena dia mengenal Allah, ridha dengan keputusanNya dan
berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang
diturunkan melalui utusan-Nya.
Karena itu kita paham, betapa
berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan oleh kaum liberal.
Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan kebenaran. Keyakinan
dan iman adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan
itulah, kata Igbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam
api. Penyair besar Pakistan ini lalu bertutur hilangnya keyakinan dalam
diri seseorang. lebih buruk dari suatu perbudakan.
Sebagai orang Muslim, kita
tentu mendambakan hidup bahagia semacarn itu; hidup dalam keyakinan: mulai
dengan mengenal Allah dan ridha, menerima keputusan-keputusan-Nva, serta
ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita mendambakan diri kita merasa
bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita
bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia
menjalankan tugas amar ma'ruf nahi munkar.
Dalam kondisi apa pun. maka
"senangkanlah hatimu!" Jangan pernah bersedih.
"Kalau
engkau kaya. senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan
untuk mengerjakan yang sulit-sulit melalui hartamu.
"Dan
jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah
terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa
orang-orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad
dan dengki kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu..."
"Kalau
engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena
lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu..."
Mudah-mudahan.
Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan
dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin.
|
|
Penutup
Demikian yang dapat
kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
Terima
kasih.
Daftar
Pustaka :
v Rahayu Derry Kurnia, Kata Pengantar , Jakarta
[1] Dalam kitabnya Zâdul Ma’âd
2/22-26, cet. Ke-3 dari Mu`assah Ar-Risalah
[2] Diriwayatkan oleh Ahmad 4/126,
Ibnu Mâjah no. 5, 43, Ibnu Abi ‘Âshim no.
48-49 dan Al-Hâkim 1/96 dari hadits Abu Dardâ` radhiyallâhu ‘anhu. Dan
dishohihkan oleh Al-Albâny dalam Zhilâlul Jannah 1/27.
[3] Zâdul Ma’âd 2/23
[4] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan
Muslim dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu.
[5] Hadits Syaddâd bin Aus
radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.
v
Al-Ustadz
Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi, Agar Dada Seorang Hamba Menjadi Lapang Dan
Bersinar
v
an-nashihah.
com/index. php?mod=article&cat=PenyejukHati&article=83
www.
darussalaf. or. id
v Ustadz Abdul
Latief
v Al-Qur’an